Dr. Nur Sangadji menekankan hubungan antara fenomena alam dan perilaku manusia. Ia mencontohkan banjir besar yang terjadi di Indonesia, yang tidak semata-mata disebabkan oleh kesalahan manusia, tetapi juga oleh konvergensi fenomena atmosferik, tekanan udara, serta kerusakan lingkungan seperti hilangnya hutan tropis.

“Keanekaragaman hayati Indonesia adalah kekayaan yang harus kita jaga agar risiko bencana bisa diminimalkan,” ujarnya.

Ia menambahkan, masyarakat sebaiknya beralih dari sikap hanya menghindar dari bencana menjadi siap menghadapi dan tanggap. Dibandingkan dengan Jepang, masyarakat Indonesia cenderung hanya berdoa agar terhindar dari bencana, sementara masyarakat Jepang berdoa sekaligus rutin berlatih kesiapsiagaan.

“Berdoa memang penting, tapi berlatih kesiapsiagaan sama pentingnya. Kedua hal ini harus berjalan bersamaan,” kata Dr. Nur Sangadji.

Selain membahas bencana, ia juga menekankan pentingnya menjaga lingkungan. Ia menyoroti ancaman dari ekspansi kelapa sawit dan pertambangan nikel yang merusak hutan dan biodiversitas.

“Hutan yang terjaga menjamin keberlanjutan pertanian dan ekosistem. Kita harus memberi keteladanan, menegur tindakan yang merusak, dan menyeimbangkan kesabaran dengan keberanian,” ujarnya.

Kegiatan ditutup dengan ajakan untuk memperkuat sosialisasi kesiapsiagaan bencana, edukasi konservasi keanekaragaman hayati, promosi etika lingkungan, dan evaluasi kebijakan yang berdampak pada alam.